Koperasi merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan ekonomi yang berkeadilan di Indonesia. Sebagai badan usaha yang berasaskan kekeluargaan dan gotong royong, koperasi memiliki tujuan mulia: meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan masyarakat secara umum. Namun, masih banyak anggapan keliru yang beredar di masyarakat mengenai koperasi. Akibatnya, potensi besar koperasi belum dimanfaatkan secara optimal.

Dalam artikel ini, kita akan mengulas sejumlah mitos populer seputar koperasi dan meluruskannya dengan fakta aktual, agar pemahaman masyarakat terhadap koperasi bisa lebih utuh dan positif.

Mitos 1: Koperasi Hanya untuk Orang yang Tidak Mampu
Fakta:
Koperasi memang dikenal sebagai wadah pemberdayaan ekonomi masyarakat, namun bukan berarti hanya untuk mereka yang kurang mampu. Koperasi terbuka untuk siapa saja yang ingin bergabung sebagai anggota, tanpa memandang latar belakang ekonomi, pendidikan, atau pekerjaan.

Bahkan, banyak kalangan profesional seperti guru, dokter, pegawai negeri, hingga pengusaha yang menjadi anggota koperasi. Mereka bergabung karena koperasi menawarkan keuntungan ekonomi, transparansi, serta kesempatan untuk ikut mengelola badan usaha secara demokratis.

Mitos 2: Koperasi Kuno dan Tidak Relevan dengan Zaman Sekarang
Fakta:
Koperasi modern sudah jauh berkembang. Banyak koperasi di Indonesia telah mengadopsi teknologi digital, mulai dari sistem keuangan berbasis aplikasi, laporan keuangan online, hingga platform penjualan digital. Beberapa koperasi bahkan menjalankan usaha di bidang e-commerce, agritech, dan energi terbarukan.

Contohnya, koperasi petani berbasis digital yang memanfaatkan aplikasi untuk distribusi hasil pertanian, atau koperasi pekerja lepas (freelancer cooperative) yang menyediakan sistem perlindungan sosial dan akses modal usaha.

Mitos 3: Menjadi Anggota Koperasi Tidak Ada Untungnya
Fakta:
Menjadi anggota koperasi justru membuka akses ke berbagai keuntungan yang tidak ditawarkan lembaga usaha biasa. Selain mendapatkan layanan usaha (seperti simpan pinjam atau akses pasar), anggota koperasi berhak atas Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dibagikan setiap akhir tahun, sesuai kontribusinya.

Anggota juga bisa ikut serta dalam rapat anggota tahunan (RAT), memberikan suara dalam pengambilan keputusan penting, dan memiliki rasa kepemilikan atas koperasi.

Mitos 4: Koperasi Hanya Bergerak di Sektor Keuangan
Fakta:
Jenis koperasi sangat beragam. Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsinya, antara lain:
– Koperasi Simpan Pinjam: Menyediakan layanan keuangan untuk anggotanya.
– Koperasi Konsumen: Menyediakan barang kebutuhan pokok dengan harga terjangkau.
– Koperasi Produsen: Membantu anggota dalam produksi dan pemasaran produk.
– Koperasi Jasa: Menyediakan layanan seperti transportasi, kebersihan, hingga pendidikan.
– Koperasi Pekerja: Dibentuk oleh para pekerja untuk mengelola usaha bersama.

Dengan keragaman jenis ini, koperasi bisa hadir di hampir semua sektor ekonomi.

Mitos 5: Koperasi Hanya Untuk Orang Desa
Fakta:
Meskipun koperasi berkembang pesat di pedesaan, bukan berarti koperasi hanya cocok untuk masyarakat desa. Di kota-kota besar, koperasi juga banyak berdiri dan memberikan layanan yang sangat relevan, seperti koperasi karyawan perusahaan, koperasi mahasiswa, koperasi digital, dan koperasi pekerja sektor kreatif.

Koperasi justru menjadi solusi alternatif bagi urbanisasi ekonomi modern yang menuntut inklusi dan partisipasi.

Mitos 6: Sistem Bagi Rata Membuat Koperasi Tidak Efisien
Fakta:
Koperasi tidak menganut sistem “bagi rata”, melainkan sistem “bagi adil”. Artinya, pembagian keuntungan (SHU) didasarkan pada partisipasi anggota, baik dari sisi modal yang disimpan, jumlah transaksi usaha, maupun aktivitas dalam koperasi. Ini membuat koperasi tetap kompetitif dan mendorong partisipasi aktif.

Mitos 7: Pengelolaan Koperasi Tidak Transparan
Fakta:
Koperasi yang sehat dan terdaftar resmi wajib menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT), di mana laporan keuangan dan rencana usaha dibuka secara transparan. Saat ini, banyak koperasi juga menerapkan sistem digital yang memungkinkan anggota memantau laporan dan transaksi secara real-time.

Kunci transparansi terletak pada keterlibatan aktif anggota dalam pengawasan dan pengambilan keputusan.

Kesimpulan
Koperasi adalah sistem ekonomi berbasis kebersamaan dan keadilan yang sangat relevan untuk menjawab tantangan zaman. Di tengah ketimpangan ekonomi dan dominasi korporasi besar, koperasi hadir sebagai alternatif yang memberi ruang bagi partisipasi aktif masyarakat dalam membangun ekonomi bersama.

Dengan meluruskan berbagai mitos dan memahami fakta-fakta koperasi secara benar, kita dapat melihat bahwa koperasi bukanlah “warisan lama” yang harus ditinggalkan, melainkan fondasi masa depan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Semua fakta di atas tercermin langsung dalam Koperasi Kana, sebuah koperasi yang bergerak di sektor konsumsi dan berkomitmen menjadi solusi cerdas bagi kebutuhan harian anggotanya.

Koperasi Kana hadir tidak hanya sebagai tempat berbelanja dengan harga kompetitif, tetapi juga sebagai ruang kolaborasi ekonomi yang transparan, profesional, dan berorientasi pada kesejahteraan anggota.

Setiap transaksi di Kana bukan hanya sekadar aktivitas konsumsi, tetapi juga investasi sosial yang menguatkan komunitas. Melalui pembagian SHU yang adil, pelibatan anggota dalam pengambilan keputusan, serta inovasi layanan, Kana menunjukkan bahwa koperasi bisa menjadi bagian dari gaya hidup modern dan mandiri.